Sabtu, 14 April 2012

Cerita Dua Manchester dan Dua London Utara


Jumat Pagi, 7 April 2012

Meski mengalami banyak peningkatan semenjak Harry Redknapp datang pada awal musim 09/10 ke White Hart Lane, markas Spurs dan Thaksin Sinawatra pada 2008 hingga sekarang Syeikh Mansour di Manchester City, namun sampai pada musim lalu, dua klub tersebut belumlah menjadi halangan yang berarti bagi rivalnya masing-masing, Arsenal dan Manchester United.
Setahun lalu atau tepatnya pekan ke 31 musim 10/11, bahkan Spurs berada di urutan lima klasemen dan City di pos ketiga klasemen sementara English Premier League (EPL), sementara MU dan Arsenal berada di urutan satu dan dua, poin mereka juga terlampau jauh dari rivalnya masing-masing yakni, Spurs 50 poin, City 56.  Bandingkan dengan MU yang memiliki 66 poin dan Arsenal 59 poin. 
Hingga musim 10/11 berakhir, City masih belum bisa mendekati tetangga satu kotanya yang menjuarai mahkota EPL untuk ke-19 kalinya meski naik ke posisi tiga.  Sedangkan Arsenal turun ke posisi empat tapi masih jauh meninggalkan rivalnya, Spurs di tangga kelima.
Tapi semua itu tidak berlaku di season kali ini, 11/12, keempat tim tersebut menjadi sangat menarik diikuti karena saling kejar mengejar terhadap tetangga satu kotanya.  City dan United berebut mahkota juara sedangkan Arsenal dan Spurs saling balap untuk tangga ketiga sebagai tiket otomatis putaran grup Liga Champion musim depan.  Semakin sedap diikuti karena masing-masing tim mengklaim yang terbaik di kota Manchester dan London
Fakta bahwa City dan Spurs selalu berada dibawah baying-bayang sang bebuyutan membuat mereka bernafsu untuk finish lebih baik, tidak heran jika poin masing-masing tim tidak berbeda jauh, City terlampau lima poin di bawah United, bahkan Arsenal dan Spurs hanya dibedakan selisih gol.
Kiprah City musim ini memang tidak bisa dianggap remeh dengan gelontoran pemain ratusan juta poundsnya, sudah sejak pekan ke-8 hingga pekan ke-27 mereka selalu berada di pucuk klasemen, artinya setengah musim lebih memimpin klasemen, bahkan mereka sempat mengacaukan football pundit dan rumah judi ketika dengan mudahnya menggasak United di Old Trafford dengan skor menohok mata dan hati 1-6 pada medio Oktober lalu.
Namun ada yang dilupakan oleh Mancio cs, Fergie sudah sangat berpengalaman sebagai seorang pelatih di Top Flight Division dan tahu betul apa yang perlu dilakukan sebagai tim pengejar.   Gelaran EPL 02/03 bisa menjadi salah satu contoh, saat itu United tertinggal 13 poin oleh Arsenal, sementara hanya tersisa beberapa match terakhir, pada akhirnya United yang menjuarai liga.
Kondisi tersebut tampak mungkin akan kembali terjadi musim ini, ketika kaki Silva yang telah menjadi motor serangan City sejak awal musim dan telah mengoleksi 14 assist mulai kelelahan plus cederanya Nasri, penurunan performa terjadi, dua hasil seri berturut-turut dialami, bahkan di match terakhir mereka harus bersusah payah hingga menit-menit tarakhir untuk memaksakan hasil hingga 3-3 ketika menjamu Sunderland.
Di saat-saat menentukan seperti saat ini pun Mancio masih memiliki masalah yang bisa jadi akan memengaruhi kandasnya City meraih mahkota EPL ketiga kalinya sepanjang sejarah dan pertama kali sejak 44 tahun terakhir, yakni keharmonisan tim.
Tentu saja yang dimaksud adalah si Bengal dari Italia keturunan Ghana, Mario Balloteli.  Sikap kontroversialnya selalu menjadi pe er Mancini, terakhir ketika ia berkelahi dengan Tevez untuk memeroleh tendangan bebas ketika menjamu Sunderland pekan lalu.  Sebelumnya januari silam, ia terbukti bersalah telah menginjak kepala Scott Parker hingga diberi sangsi empat laga, kemudian ia tertangkap basah telah melanggar jam malam yang diberikan oleh sang pelatih.   Lebih jauh, kabarnya sekarang Balloteli menjadi yang paling dimusuhi setelah juga berkelahi dengan Yaya Toure di ruang ganti.
Lalu top skor klub dengan 17 gol, Kun Aguero, mengalami cedera konyol yang semestinya tidak perlu terjadi, mengakibatkan pilihan lini depan menjadi tidak banyak, Dzeko yang diawal musim meyakinkan kini seperti kehilangan sentuhan.  Tevez yang beberapa laga sudah kembali masuk skuad juga belum mampu bermain sepanjang laga.
Belum lagi City masih harus bertandang ke markas Arsenal, Emirates Stadium, yang belakangan pasukan gunners sudah mulai nyaman bermain dirumah sendiri.  Kemudian pada pekan-pekan akhir juga harus menjamu MU.
Keadaan tersebut menjadikan United pihak yang paling diuntungkan.  Mereka tidak perlu lagi mengatasi masalah keharmonisan antar pemain, dan rasanya pun tidak akan ada mengingat aura kebesaran sang pelatih begitu mendominasi para pemain, yang paling mungkin menghentikan United saat ini sepertinya hanya cedara pemain mengingat performa mereka yang sedang on fire dengan tujuh kemenangan beruntun hingga pekan ke 31.
Proyeksi Arsenal
Persaingan juga terjadi di ibu kota London, namun beda tujuan, jika di Manchester berorientasi terhadap gelar EPL, tapi di London, tepatnya bagian utara, terjadi persaingan memerebutkan klasemen ketiga sebagai tiket otomatis putaran final Champions League musim depan.
Dua tim yang bersaing tentu saja Arsenal dan Spurs.  Persaingan antara dua tim ini tidak akan terjadi andai saja Spurs mampu konsisten terlebih di paruh kedua kompetisi.  Saat ini poin kedua tim sama (58) dan hanya menyisakan tujuh pekan.   
Pada awal musim Arsenal terseok-seok hingga tercecer di posisi 17 dan Spurs justru mengalami kemajuan hingga digadang mampu merecoki pucuk dan runner up klasemen, bahkan Redknapp sempat mengincar juara ketika Spurs sedang tinggi-tingginya meski kemudian target berubah. 
Hingga pertengahan pebruari Spurs mengungguli Arsenal dengan 13 poin.  Namun mundurnya Capello sebagai pelatih Inggris dan santernya berita Redknapp sebagai pengganti, plus masalah penggelapan dana transfer yang dilakukan pria 65 tahun ketika masih manangani Portsmouth, seperti menjadi tembok besar yang harus dihadapi Spurs ditengah gentingnya pekan-pekan EPL, alhasil rentetan hasil buruk tak bisa dihindari.  Sementara saat itu Arsenal telah menemukan bentuk permainannya kembali.
Titik puncak setidaknya terjadi dua kali.  Pertama adalah ketika terjadi The North London Derby antara kedua tim pada maret lalu.  Hasil akhir dimenangi Arsenal dengan comeback lima gol setelah tertinggal dua gol.  Kedua, ketika pasukan Wenger melewati perolehan poin Spurs dan kemudian unggul tiga poin pada pekan selanjutnya.
Jika diperhatikan, menarik jika melihat yang dilakukan oleh Arsenal.  Tujuh musim tanpa gelar dan tidak sanggup bersaing di perebutan juara ditambah lagi semakin berkembangnya Spurs, membuat pasukan meriam seperti terproyeksi terhadap persaingan.  Jika sebelumnya Spurs hanya dianggap musuh satu kota dan bersaing hanya ketika saling bertemu di lapangan.  Tapi tidak kali ini.
Para pemain dan supporter pun mulai membicarakan untuk bersaing secara terbuka dengan kubu White Hart Lane, seperti yang dilakukan Sczeszny dan Walcott ketika mengatakan akan mampu finish diatas Spurs.  Bahkan di jejaring sosial para supporter Arsenal sibuk membicarakan untuk finish diatas Spurs dan membicarakan bagaimana Spurs selalu berada dibayang-bayang Arsenal.  Bukan lagi juara liga (meski memang karena memang peluang sangat tipis). 
Ya, bisa dikatakan selain tanpa gelar Arsenal juga mengalami kemunduran persaingan.  Delapan musim nirgelar tampaknya telah membuat mereka dengan rela dan senang hati dan mungkin tanpa disadari, bersedia sibuk dengan rival satu kotanya sepanjang musim, sesuatu yang tak pernah atau mungkin haram terjadi setidaknya di era Arsene Wenger.  Dan sepertinya sangat tidak perlu karena Gunners memang sudah jauh diatas Spurs, jadi tidak usah sibuk dengan Spurs.