Jumat Pagi,
7 April 2012
Meski mengalami banyak
peningkatan semenjak Harry Redknapp datang pada awal musim 09/10 ke White Hart
Lane, markas Spurs dan Thaksin Sinawatra pada 2008 hingga sekarang Syeikh
Mansour di Manchester City, namun sampai pada musim lalu, dua klub tersebut
belumlah menjadi halangan yang berarti bagi rivalnya masing-masing, Arsenal dan
Manchester United.
Setahun lalu atau
tepatnya pekan ke 31 musim 10/11, bahkan Spurs berada di urutan lima klasemen
dan City di pos ketiga klasemen sementara English Premier League (EPL),
sementara MU dan Arsenal berada di urutan satu dan dua, poin mereka juga
terlampau jauh dari rivalnya masing-masing yakni, Spurs 50 poin, City 56. Bandingkan dengan MU yang memiliki 66 poin
dan Arsenal 59 poin.
Hingga musim 10/11
berakhir, City masih belum bisa mendekati tetangga satu kotanya yang menjuarai
mahkota EPL untuk ke-19 kalinya meski naik ke posisi tiga. Sedangkan Arsenal turun ke posisi empat tapi
masih jauh meninggalkan rivalnya, Spurs di tangga kelima.
Tapi semua itu tidak
berlaku di season kali ini, 11/12, keempat tim tersebut menjadi sangat menarik
diikuti karena saling kejar mengejar terhadap tetangga satu kotanya. City dan United berebut mahkota juara
sedangkan Arsenal dan Spurs saling balap untuk tangga ketiga sebagai tiket
otomatis putaran grup Liga Champion musim depan. Semakin sedap diikuti karena masing-masing
tim mengklaim yang terbaik di kota Manchester dan London
Fakta bahwa City dan
Spurs selalu berada dibawah baying-bayang sang bebuyutan membuat mereka
bernafsu untuk finish lebih baik, tidak heran jika poin masing-masing tim tidak
berbeda jauh, City terlampau lima poin di bawah United, bahkan Arsenal dan
Spurs hanya dibedakan selisih gol.
Kiprah City musim ini
memang tidak bisa dianggap remeh dengan gelontoran pemain ratusan juta
poundsnya, sudah sejak pekan ke-8 hingga pekan ke-27 mereka selalu berada di
pucuk klasemen, artinya setengah musim lebih memimpin klasemen, bahkan mereka
sempat mengacaukan football pundit
dan rumah judi ketika dengan mudahnya menggasak United di Old Trafford dengan
skor menohok mata dan hati 1-6 pada medio Oktober lalu.
Namun ada yang
dilupakan oleh Mancio cs, Fergie sudah sangat berpengalaman sebagai seorang
pelatih di Top Flight Division dan
tahu betul apa yang perlu dilakukan sebagai tim pengejar. Gelaran EPL 02/03 bisa menjadi salah satu
contoh, saat itu United tertinggal 13 poin oleh Arsenal, sementara hanya
tersisa beberapa match terakhir, pada akhirnya United yang menjuarai liga.
Kondisi tersebut tampak
mungkin akan kembali terjadi musim ini, ketika kaki Silva yang telah menjadi
motor serangan City sejak awal musim dan telah mengoleksi 14 assist mulai
kelelahan plus cederanya Nasri, penurunan performa terjadi, dua hasil seri
berturut-turut dialami, bahkan di match terakhir mereka harus bersusah payah
hingga menit-menit tarakhir untuk memaksakan hasil hingga 3-3 ketika menjamu
Sunderland.
Di saat-saat menentukan
seperti saat ini pun Mancio masih memiliki masalah yang bisa jadi akan
memengaruhi kandasnya City meraih mahkota EPL ketiga kalinya sepanjang sejarah
dan pertama kali sejak 44 tahun terakhir, yakni keharmonisan tim.
Tentu saja yang
dimaksud adalah si Bengal dari Italia keturunan Ghana, Mario Balloteli. Sikap kontroversialnya selalu menjadi pe er Mancini, terakhir ketika ia
berkelahi dengan Tevez untuk memeroleh tendangan bebas ketika menjamu
Sunderland pekan lalu. Sebelumnya
januari silam, ia terbukti bersalah telah menginjak kepala Scott Parker hingga
diberi sangsi empat laga, kemudian ia tertangkap basah telah melanggar jam
malam yang diberikan oleh sang pelatih. Lebih jauh, kabarnya sekarang Balloteli
menjadi yang paling dimusuhi setelah juga berkelahi dengan Yaya Toure di ruang
ganti.
Lalu top skor klub dengan
17 gol, Kun Aguero, mengalami cedera konyol yang semestinya tidak perlu
terjadi, mengakibatkan pilihan lini depan menjadi tidak banyak, Dzeko yang
diawal musim meyakinkan kini seperti kehilangan sentuhan. Tevez yang beberapa laga sudah kembali masuk
skuad juga belum mampu bermain sepanjang laga.
Belum lagi City masih
harus bertandang ke markas Arsenal, Emirates Stadium, yang belakangan pasukan
gunners sudah mulai nyaman bermain dirumah sendiri. Kemudian pada pekan-pekan akhir juga harus
menjamu MU.
Keadaan tersebut
menjadikan United pihak yang paling diuntungkan. Mereka tidak perlu lagi mengatasi masalah
keharmonisan antar pemain, dan rasanya pun tidak akan ada mengingat aura
kebesaran sang pelatih begitu mendominasi para pemain, yang paling mungkin
menghentikan United saat ini sepertinya hanya cedara pemain mengingat performa
mereka yang sedang on fire dengan
tujuh kemenangan beruntun hingga pekan ke 31.
Proyeksi
Arsenal
Persaingan juga terjadi
di ibu kota London, namun beda tujuan, jika di Manchester berorientasi terhadap
gelar EPL, tapi di London, tepatnya bagian utara, terjadi persaingan
memerebutkan klasemen ketiga sebagai tiket otomatis putaran final Champions
League musim depan.
Dua tim yang bersaing
tentu saja Arsenal dan Spurs. Persaingan
antara dua tim ini tidak akan terjadi andai saja Spurs mampu konsisten terlebih
di paruh kedua kompetisi. Saat ini poin
kedua tim sama (58) dan hanya menyisakan tujuh pekan.
Pada awal musim Arsenal
terseok-seok hingga tercecer di posisi 17 dan Spurs justru mengalami kemajuan
hingga digadang mampu merecoki pucuk dan runner up klasemen, bahkan Redknapp
sempat mengincar juara ketika Spurs sedang tinggi-tingginya meski kemudian
target berubah.
Hingga pertengahan
pebruari Spurs mengungguli Arsenal dengan 13 poin. Namun mundurnya Capello sebagai pelatih
Inggris dan santernya berita Redknapp sebagai pengganti, plus masalah
penggelapan dana transfer yang dilakukan pria 65 tahun ketika masih manangani
Portsmouth, seperti menjadi tembok besar yang harus dihadapi Spurs ditengah
gentingnya pekan-pekan EPL, alhasil rentetan hasil buruk tak bisa
dihindari. Sementara saat itu Arsenal
telah menemukan bentuk permainannya kembali.
Titik puncak setidaknya
terjadi dua kali. Pertama adalah ketika
terjadi The North London Derby antara
kedua tim pada maret lalu. Hasil akhir
dimenangi Arsenal dengan comeback lima
gol setelah tertinggal dua gol. Kedua,
ketika pasukan Wenger melewati perolehan poin Spurs dan kemudian unggul tiga
poin pada pekan selanjutnya.
Jika diperhatikan,
menarik jika melihat yang dilakukan oleh Arsenal. Tujuh musim tanpa gelar dan tidak sanggup
bersaing di perebutan juara ditambah lagi semakin berkembangnya Spurs, membuat
pasukan meriam seperti terproyeksi terhadap persaingan. Jika sebelumnya Spurs hanya dianggap musuh
satu kota dan bersaing hanya ketika saling bertemu di lapangan. Tapi tidak kali ini.
Para pemain dan
supporter pun mulai membicarakan untuk bersaing secara terbuka dengan kubu
White Hart Lane, seperti yang dilakukan Sczeszny dan Walcott ketika mengatakan
akan mampu finish diatas Spurs. Bahkan
di jejaring sosial para supporter Arsenal sibuk membicarakan untuk finish
diatas Spurs dan membicarakan bagaimana Spurs selalu berada dibayang-bayang Arsenal. Bukan lagi juara liga (meski memang karena
memang peluang sangat tipis).
Ya, bisa dikatakan
selain tanpa gelar Arsenal juga mengalami kemunduran persaingan. Delapan musim nirgelar tampaknya telah
membuat mereka dengan rela dan senang hati dan mungkin tanpa disadari, bersedia
sibuk dengan rival satu kotanya sepanjang musim, sesuatu yang tak pernah atau mungkin haram terjadi setidaknya di era Arsene Wenger. Dan sepertinya sangat tidak perlu karena Gunners memang sudah jauh diatas Spurs, jadi tidak usah sibuk dengan Spurs.