Selasa, 17 Mei 2011

Setelah Membaca "Cinta di Rumah Hasan Al Banna"




Buku ini secara tidak sengaja saya beli di toko buku di masjid besar (lupa namanya) Universitas Indonesia karena kebetulan murah, hanya 25.000 rupiah dan menarik karena beberapa waktu sebelumnya saya lihat di wall facebook penulis kang mas Herry Nurdi (maklum saya salah satu penyuka tulisannya,hehe).

Cinta di Rumah Hasan Al Banna merupakan satu buku tentang kehidupan Imam Hasan Al Banna rohimahullah.  Buku setebal 92 halaman ini menceritakan bagaimana Al Banna mengajarkan anak-anaknya agar kelak menjadi mujahid sejati.  Al Banna memiliki 6 anak yang terdiri dari lima anak perempuan dan satu anak laki-laki.  Sulung seorang wanita bernama Wafa, kedua laki-laki bernama Ahmad Saiful Islam, ketiga Tsana, kemudian Roja lalu Hallah dan terakhir Istisyhad.

Dalam buku ini tentu saja banyak berdasar kesaksian dari anak-anaknya, namun tidak semua anak dari beliau yang memberikan kesaksian.  Kesaksian banyak bersumber dari anak pertama, Wafa hingga Tsana, ditambah sedikit keterangan dari Roja.  Hal ini dikarenakan hanya mereka yang merasakan bimbingan, pendidikan, pengayoman, dan kasih sayang langsung dari Al Banna.  Sedangkan anak kelima dan keenam yaitu Hallah dan Istisyhad ditinggal syahid terlebih dahulu sejak masing-masing berusia 2 tahun dan masih berbentuk janin.

Siapakah Hasan Al Banna??

Sebenarnya, sudah cukup lama saya mengetahui nama Hasan Al Banna.  Jika saya tidak salah, sejak SMP, kala itu saya mengetahui dari satu buku saku doa kecil tentang dzikir-dzikir yang dilakukan Rasulullah tiap pagi dan petang.  Ya Al Matsurat, dilembar pertama itu selalu terpampang nama beliau.  Tapi saya masih belum mengerti kenapa nama beliau selalu ada di sebagian besar Al Matsurat.  Hasan Al Banna lahir tahun 1906 di desa Mahmudiyah, satu daerah Buhairah, 90 km dari Kairo dari seorang bapak terhormat, seorang ulama, imam, guru, dan pengarang terkenal lulusan Universitas Al Azhar Kairo, Mesir, bernama Syekh Ahmad bin Abdul Rahman.

Ia tinggal di daerah petani yang terkenal dengan keagamaannya yang kuat.  Sejak kecil sudah diajarkan agama oleh sang ayah.  Di usia 14 tahun beliau telah menghafal Al quran.

Pada tahun 1928 atau ketika berumur 22 tahun beliau mendirikan Jamaah Ikhwanul Muslim (orang arab menyebut Al Ikhwan) bersama keenam tokoh lainnya, yaitu Hafiz Abdul Hamid, Ahmad al-Khusairi, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz dan Zaki al-Maghribi (gw 21 tahun, udah bikin apa ya?haha). Ikhwanul Muslimin pada saat itu dipimpin oleh Hassan al-Banna. Pada tahun 1930, Anggaran Dasar Ikhwanul Muslimin dibuat dan disahkan pada Rapat Umum Ikhwanul Muslimin pada 24 September 1930. Pada tahun 1932, struktur administrasi Ikhwanul Muslimin disusun dan pada tahun itu pula, Ikhwanul Muslimin membuka cabang di Suez, Abu Soweir dan al-Mahmoudiya. Pada tahun 1933, Ikhwanul Muslimin menerbitkan majalah mingguan yang dipimpin oleh Muhibuddin Khatib.

Dalam buku sejarah dakwahnya ditulis, Al Banna telah berhasil membentuk fondasi gerakan dakwah Ikhwanul Muslim hanya setelah ia tinggal 6 bulan di Ismailiyah, satu distrik kota Kairo Mesir.  Lalu dalam waktu 15 tahun, beliau mampu melebarkan sayap dakwahnya ikwanul muslim hingga ke 20 negara.  Di Kairo sendiri ia mendirikan fondasi pembentukan 2000 cabang Al Ikhwan.

Ia memperjuangkan Islam menurut Al-Quran dan Sunnah hingga dibunuh oleh penembak misterius yang oleh banyak kalangan diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah pada 12 Februari 1949 di Kairo di usia yang terbilang muda, 43 tahun.

Menurut Herry Nurdi dalam buku “Perjalanan Meminang Bidadari” beliau dikatakan sebagai “Guru Para Syuhada”, mengapa demikian?(tolong koreksi jika saya salah) mungkin karena beliau telah mendirikan dan membangun Ikhwanul Muslim bukan hanya sebagai gerakan dakwah saja, tetapi juga sebagai gerakan perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan (khususnya terhadap Islam) sampai sekarang, dan dari Ikhwanul Muslim tersebut lahir para pejuang pembela islam di zaman modern ini untuk melawan ketidakadilan, penindasan yang dilakukan oleh Amerika dan sekutunya, dan salah satu nama termasyur adalah Syekh Abdullah Yusuf Azzam.

Jelaslah dengan latar belakang seperti itu beliau ingin menjadikan anaknya seperti dirinya, seperti bagaimana sang ayah Syekh Ahmad bin Abdul Rahman menjadikannya seperti sekarang.

Alur cerita

Dalam buku ringan dari penulis Muhammad Lili Nur Aulia ini, sebenarnya bukan suatu cerita yang runut dari awal sampai akhir.  Bukan cerita yang ada klimaks dan anti klimaks.  Tapi merupakan penggalan-penggalan kehidupan Hasan Al Banna dalam mendidik anak-anaknya yang insya Allah bisa diambil kebaikannya.  Membuka lembar demi lembar kehidupan Hasan Al Banna sebagai seorang ayah, bagaimana seting kehidupan yang dibina seorang pejuang dakwah yang memiliki banyak prestasi dalam hidupnya selama 43 tahun.  Bagaimana kehangatan hubungan dan warna jiwa sebuah keluarga yang dibina oleh seorang penggagas gerakan dakwah yang sibuk.

Satu contoh, yaitu beliau membuat arsip untuk anak-anaknya sendiri.  Arsip tersebut berisi sebuah map yang di dalamnya terdapat poin-poin penting.  Saiful Islam mengatakan diantaranya adalah tanggal dan sejarah kelahiran, nomor kelahiran, schedule pemberian obat dan makanan, surat dokter dan lain sebagainya hingga catatan seputar prestasi anak-anak di sekolah.  Kemudian di setiap arsip beliau menuliskan sendiri keterangan detail tentang sejarah, dan tanggal lahir pola pengaturan makan, dan seterusnya.  Beliau selalu memberikan tulisan di poin seputar prestasi.  Bahkan beliau menulis layaknya seorang wali kelas terhadap murid-muridnya. Misal, Saiful perlu peningkatan di mata pelajaran ini,…Saiful perlu perbaikan di mata pelajaran itu.  Beliau memiliki kesemua catatan untuk masing-masing anaknya dan beliau selalu menjaganya. 

Anak adalah investasi terbesar untuk dakwah dan tentu untuk kemanusiaan.  Hal tersebut dimengerti betul oleh Hasan Al Banna.  Karena itu Hasan Al Banna melakukan perencanaan yang baik untuk semua anak-anaknya.  Tidak terkecuali tentang kedisiplinan anak-anaknya.  Beliau mempunyai cara sendiri dalam mendisiplinkan anaknya, yaitu dengan memberikan tiga kategori uang kepada anak-anaknya:

  1. Uang harian 3 qirsy
  2. Uang pekanan atau mingguan 10 ma’adin
  3. Uang bulanan 50 qirsy
Tidak seperti orang tua lain yang memberikan uang kepada anaknya, tapi di waktu lain meminta lagi dengan alasan untuk menabung dan lainnya.  Selain kedisiplinan, beliau mengajarkan bagaimana anaknya agar mampu bertanggung jawab, mengatur keuangan, dan lainnya.  Selain itu maksud dari pembagian uang tersebut juga untuk memberi kecukupan pada anak.  Jumlah uang yang diberikan oleh Al Banna memang cukup besar pada zamannya, dan beliau memang dari kalangan berada.

Yang begitu menarik dan membuat saya iri adalah beliau selalu memberikan uang khusus untuk membeli buku, beliau mengajarkan anak-anaknya untuk biasa membaca.  Ia pun menyuruh anak-anaknya membuat perpustakaan mini untuk pribadi. 

“Saif, bagaimana bila ayah yang memuliakan tamumu?”.  Inilah bagian yang paling saya suka dari buku ini, begitu menyentuh saya membaca bagian ini.  Ketika itu datang sekelompok Ikhwan untuk berziarah kepada beliau, kemudian putranya (Saiful Islam) menerima mereka di pintu rumah dan segera bertanya “apakah kalian datang berkunjung kepadaku, atau ayahku??” lalu ikhwan menjawab bahwa mereka datang kepada ayahnya, sejurus kemudian Saif mengatakan kepada ikhwan “baik kalau begitu biarkanlah ayah saja yang membukakan pintu untuk kalian” kemudian Saif menutup pintu dihadapan mereka dan langsung pergi!! (apa susahnya mempersilahkan tamu tersebut untuk masuk dan mempersilahkan duduk kemudian memanggil sang ayah!!!).  Lalu  sang ikhwan tersebut berbicara kepada Al Banna.  Setidaknya sedikit banyak saya tahu reaksinya, pasti beliau tidak akan marah.  Menurut saya beliau pasti menasehati dengan lembut dan hati-hati bahwa tidak baik seperti itu.  Diluar dugaan ternyata perkataan seperti itu yang keluar dari mulut beliau.  Dan akhirnya perkataan tersebut menjadi kesepakatan anatara beliau dengan Saiful, bahwa jika ada tamu untuk beliau, saiful yang menerima dan memuliakan mereka, dan jika ada tamu untuk saiful, beliau yang menerima dan memuliakan mereka.  

Masih banyak petikan kenangan terhadap anak-anaknya, semoga saja bisa menjadi salah satu contoh nyata yang bisa diambil manfaatnya.  Perilaku atau perlakuan Hasan Al Banna terhadap anaknya bisa kita jadikan contoh yang baik.  Namun jangan lupa, paling ideal tetaplah merujuk pada baginda Rasulullah SAW. 

2 komentar:

  1. I once read a book titled "Diorama Hasan Al Banna". It was a good one also, it was Tia's.

    BalasHapus
  2. waw..i must read thats book or buy??(bner gak tuh ti bhs inggrsny,haha?)

    ttg apa??

    BalasHapus